APINDO DIY Sebut Deteksi Dini Harus Berikan Solusi Bagi Pengusaha yang Tak Mampu Bayar THR
Selasa, 18 Maret 2025
YOGYA - Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY melakukan deteksi dini kepada 278 perusahaan di DIY.
Deteksi dini tersebut bertujuan untuk memastikan pekerja mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) pada Idulfitri 2025.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY Bidang Ketenagakerjaan, Timotius Apriyanto, mengatakan deteksi dini memang rutin dilakukan.
Namun deteksi dini hanya dilakukan untuk mendeteksi kemampuan perusahaan dalam membayar THR.
“Mestinya hasil dari deteksi dini ini sebagai early warning system atau peringatan dini pengusaha yang nggak mampu bayarkan THR. Deteksi dini juga berfungsi sebagai forecasting, prediksi-prediksi ke depan yang jarang dilakukan,” katanya, Selasa (18/03/2025).
Ia melanjutkan yang terpenting dari deteksi dini adalah mencari solusi bagi perusahaan yang tidak mampu membayar THR.
Menurut dia, Disnakertrans DIY perlu menjadi jembatan dan pekerja.
“Jangan didiamkan saja, mestinya ada solusi. Misalnya bank pemerintah, himbara atau bank pembangunan daerah memberikan talangan sementara dengan komitmen dan jaminan pengusaha, supaya bisa memenuhi kewajiban. Jangan kemudian didiamkan saja. Kalo gak bisa (membayar THR), pemerintah harus turun tangan menjadi jembatan pengusaha dan pekerja,” lanjutnya.
Pihaknya mendorong pengusaha untuk membayarkan THR sesuai ketentuan yang ada.
Namun bagi perusahaan yang benar-benar tidak mampu membayarkan, ada skema-skema yang bisa diambil.
Hal itu harus dikomunikasikan dengan serikat pekerja.
Perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR harus mendahulukan dialog sosial dengan serikat pekerja.
Harus ada kesepakatan dari pengusaha dan pekerja terkait skema pembayaran THR.
“Tetapi pengusaha jangan hanya beralasan saja, tanpa bukti-bukti yang nyata kalau mengalami gangguan usaha. Berunding dengan serikat pekerja, Disnaker menjadi penengah,” terangnya.
“Misalnya THR dibayarkan dengan dicicil, dibayarkan setengah sebelum Lebaran, nanti setengahnya setelah lebaran, atau dibayarkan 75 persen, tetapi ini harus ada kesepakatan dulu. Ya memang kalau secara norma tidak boleh, tetapi kalau pengusaha benar-benar tidak bisa (membayar THR), kan tidak mungkin dipaksakan,” imbuhnya.
Meski tetap mendorong pengusaha membayarkan THR, namun keberlangsungan usaha juga harus dipikirkan.
Jika dipaksakan, ia khawatir justru akan berdampak buruk bagi pengusaha maupun pekerja. Untuk itu, dialog sosial harus dilakukan.
Sumber: jogja.tribunnews.com