Media

Kembali Ke Media

KLAUSULA DALAM RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (RKUHP) YANG BERDAMPAK BAGI DUNIA USAHA

Sebagaimana diketahui bahwa RKUHP ini masih menuai polemik terkait beberapa klausula yang diatur di dalamnya, tidak terkecuali bagi dunia usaha. Beberapa hal yang berpotensi memiliki dampak, yaitu:

  1. Terkait Pasal Pemidanaan Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat

Yang dimaksudkan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat adalah berkenaan dengan Hukum Adat yang diakomodasi dalam RKUHP ini. Bahwasannya pengakomodasian Hukum Adat dalam RKUHP ini berpotensi mengakibatkan overkriminalisasi terhadap perbuatan-perbuatan yang sebenarnya tidak diatur dan dilarang dalam perundang-undangan, sehingga justru bertentangan asas legalitas dan kepastian hukum, karena Hukum adat itu sesungguhnya hanya perlu dihormati, diakui dan dijamin eksistensinya saja tanpa perlu dimasukkan dalam RKUHP.

 

Bagi sektor usaha, pengakomodasian hukum adat ini menimbulkan ketidakpastian hukum serta dapat menurunkan minat investasi di daerah tersebut, karena adanya keharusan memenuhi kewajiban adat setempat. Pengakomodasian hukum adat ini dalam RKUHP juga berpotensi disalahgunakan karena proses pemidanaan bisa tetap dilakukan selama dianggap melanggar adat-istiadat setempat meskipun tidak ada aturan tertulisnya sekalipun.

 

2. Terkait Masuknya Klausula Tindak Pidana Korporasi

Salah satu aturan baru dalam RKUHP adalah masuknya Tindak Pidana Korporasi, dimana Korporasi dianggap sebagai subyek hukum yang dapat dipidana. Pidana pokoknya berupa denda dan pidana tambahannya dapat berupa pemberhentian operasi hingga pencabutan ijin.

 

Pemidanaan Korporasi dampaknya sangat luas, karena:

  • Seolah-olah seluruh orang yang ada di korporasi harus turut menanggung kesalahan korporasi tersebut, padahal keputusan terkait tindakan korporasi belum tentu diketahui oleh sebagian besar pengurusnya, seluruh karyawannya dan pihak-pihak lain yang bekerjasama dengan korporasi.
  • Sekilas pengenaan pidana pokok bagi korporasi hanyalah berupa denda dan pidana tambahannya antara lain berupa pembekuan usaha, penutupan tempat usaha, pencabutan ijin, dll., namun untuk perusahaan dalam level tertentu belum tentu bisa bertahan mengingat keuangannya selain tergerus untuk membayar denda juga tiadanya pemasukan apabila perusahaan sampai dibekukan atau ijinnya dicabut tidak boleh beroperasi, yang tentu saja akan berimbas langsung pada nasib karyawan, yakni hilangnya sumber nafkah dan mata pencaharian

          3. Terkait Pasal Perzinahan

Terkait hal ini dapat merugikan dunia usaha, khususnya yang bergerak di bidang industri pariwisata dan perhotelan. Dapat dipahami bahwa aturan pidana perzinahan erat kaitannya dengan perilaku moral, namun sesungguhnya termasuk pada ranah privat yang tidak harus diatur oleh negara dan dianggap sebagai perbuatan pidana. 

 

Jika terkait perzinahan ini diatur dalam RKUHP, maka berdasarkan asas teritorial yang menyebutkan bahwasanya setiap orang yang masuk ke wilayah Indonesia wajib tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia, yang artinya bagi turis asing yang tidak terikat dalam suatu pernikahan juga dapat turut dijerat oleh aturan pidana yang sama. Implikasinya adalah wisatawan asing akan beralih ke negara lain dimana  hal tersebut akan berpotensi menurunkan kunjungan wisatawan ke Indonesia.

 

Berdasarkan uraian singkat diatas, perlu kiranya poin-poin tersebut dipertimbangkan kembali, mengingat poin-poin di atas memberikan ketidaknyamanan bagi kalangan bisnis dan dunia usaha.

Copied.

Berita Lainnya

No Tanggal Publikasi Topik
Daftar Berita
1 Rabu, 26 Agustus 2020 GILIRAN STT MIGAS BERI DUKUNGAN LSP
2 Sabtu, 31 Agustus 2024 Kemnaker-APINDO Jalin Kerja Sama Bidang Ketenagakerjaan
3 Rabu, 01 Mei 2024 APINDO di Hari Buruh 2024: Harmoni Hubungan Industrial untuk Indonesia Yang Lebih Produktif
arrow top icon