Media

Kembali Ke Media

Berjamaah Tolak Iuran Tapera, Apindo Jember Bakal Bersurat

JEMBER - Rencana pemerintah yang akan memberlakukan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dari gaji pekerja, terus menuai kritik tajam.

 

Tak hanya dari kalangan serikat pengusaha, pekerja yang tergabung dalam serikat pekerja atau buruh, juga bersepakat menolak rencana tersebut karena dianggapnya ngawur.

 

Rencana itu sendiri terurai dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

 

Ketentuan besarnya, pemerintah mewajibkan pekerja yang berpenghasilan minimal setara upah minimum untuk menjadi peserta Tapera, yang iurannya dipotong dari 2,5 persen gaji pekerja, dan 0,5 persen dari pemberi kerja atau pengusaha. Sehingga total potongan hingga 3 persen.

 

"Jujur saja, Tapera ini bikin kita bingung dan gelisah, semuanya tidak jelas. Kami bertanya-tanya, sebenarnya apa maunya pemerintah ini?" kata Sekretaris Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Jember, Taufik Rahman, dikonfirmasi Sabtu (1/6).

 

Taufik menilai, rencana pemerintah agar bisa menghimpun duit rakyat itu terkesan berlebihan. Karena ditinjau dari sudut manapun, tidak ketemu dasar argumentasinya, mengapa harus ada Tapera.

 

Dia mencontohkan, semisal ada tabungan Tapera 3 persen seorang pekerja usia produktif, yang kemudian dapat diambil pada 30 tahun mendatang, dengan perhitungan besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Jember yang sebesar Rp 2,6 juta. Maka akan didapatkan Tapera sebesar sekitar Rp 50 jutaan.

 

"Umpama sudah keluar, hasil 3 persen selama 30 tahun nanti itu sekitar Rp 50 jutaan. Pas dapat rumah apa Rp 50 juta itu? Rumah subsidi tipe paling minimalis saja kisaran Rp 195 juta. Anehnya lagi, yang sudah punya rumah, juga punya diwajibkan," gerutunya.

 

Taufik juga mempertanyakan tentang alasan pemerintah memberlakukan Tapera untuk memberikan subsidi silang, dan memberikan kesempatan kepada masyarakat yang belum memiliki rumah. Konsep demikian juga dianggapnya tak berdasar. "Kalau memang untuk subsidi silang, kenapa kok harus pekerja? Kenapa tidak yang PNS saja?" bebernya.

 

Pelaksanaan UMK di Kabupaten Jember sendiri, lanjut Taufik, selama ini tidak full atau sesuai 100 persen. Meski sudah menjadi amanat konstitusi, namun kondisi keuangan perusahaan dan kemauan pengusaha, turut mendasari tidak terpenuhinya pelaksanaan UMK secara full itu.

 

Kondisi itu diyakini Taufik hampir terjadi di banyak daerah. "UMK yang diterima pekerja mayoritas tidak full, saat gajian, sudah dipotong untuk ini dan itu, belum lagi potongan pajak dan sebagainya. Lah, sekarang ketambahan potongan Tapera," ketusnya.

 

Taufik justru curiga, Tapera yang dicanangkan oleh pemerintah ini bakal dipergunakan untuk keperluan lain, seperti pada isu-isu yang beredar belakangan ini yakni untuk mendanai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan program makan siang gratis.

 

"Kami justru curiga ke sana, pemerintah kok ngebet ingin ngumpulin duit rakyat, atau hanya tes ombak? Nanti setelah ramai penolakan, kemudian dibatalkan agar pemerintah dianggap pahlawan," ketusnya.

 

Sejauh ini, SPSI Jember belum bersikap secara kelembagaan. Taufik menegaskan pihaknya masih menunggu instruksi lebih lanjut dari DPP SPSI. "Kami belum menentukan sikap, kami masih menunggu pembicaraan lebih lanjut dengan pimpinan kita, DPP SPSI, namun kita sepakat menolak, dan ini harus menjadi penolakan nasional, kalau level kabupaten saja tidak ada artinya," imbuh dia.

 

Terpisah, penolakan serupa juga datang dari serikat pengusaha, yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Jember. Ketua Bidang Organisasi dan Humas Apindo Jember, Imam, menilai ada ketimpangan dalam rencana Tapera tersebut.

 

Karena menurut Imam, sudah banyak regulasi yang melindungi hak-hak pekerja dan jaminan sosial pekerja dari pengusaha. Salah satunya melalui UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mewajibkan pengusaha dibebani iuran sebesar 4 persen dari penghasilan pekerja.

 

"Tapera ini tidak berkeadilan dan jelas tumpang tindih. Mending pemerintah fokus mendorong UU No 40 tahun 2004 agar lebih maksimal. Daripada semakin menambah beban pekerja dan pengusaha," ketusnya. Imam juga berpandangan, potongan untuk tabungan sebesar 3 persen, 0,5 persen dari pengusaha dan 2,5 persen dari pekerja, diyakininya bakal semakin mencekik pekerja dan pengusaha. Karena, realisasi UMK di hampir kebanyakan kabupaten/kota, termasuk di Jember, mayoritas tidak bisa full 100 persen karena kondisi keuangan perusahaan yang pasang surut. "Kita mau membayar sesuai UMK full aja, sebagaimana ketetapan gubernur, itu sudah puyeng, sekarang ketambahan Tapera," bebernya.

 

Apindo Jember, lanjut Imam, berkomitmen bakal terus mengawal isu tersebut. Dia juga bersepakat melayangkan penolakan. "Kami sudah diskusi dan membahas Tapera ini, sambil menunggu instruksi lebih lanjut dari DPP, kami juga akan bersurat," pungkas Direktur PT Yunawati Kaliduren itu.

 

Sumber: radarjember.jawapos.com

Copied.

Berita Lainnya

No Tanggal Publikasi Topik
Daftar Berita
1 Selasa, 05 November 2024 APINDO Sulsel dan Kaltim Gelar Rapat di Makassar, Bahas Penguatan Organisasi dan Sinergi dengan Pemerintah
2 Kamis, 13 Februari 2020 ICION 8TH ANNUAL BALI CONFERENCE & EXHIBITION ASEAN DIGITAL ECONOMY 2020
3 Senin, 31 Juli 2023 Pengukuhan Pengurus APINDO 2023-2028, Luncurkan Program Pengentasan Stunting dan UMKM Merdeka
arrow top icon