Media

Kembali Ke Media

APINDO Jabar Gelar Acara Members Gathering dan Diskusi Publik Kepastian Hukum Struktur dan Skala Upah

APINDO Jabar Gelar Acara Members Gathering dan Diskusi Publik Kepastian Hukum Struktur dan Skala Upah

BANDUNG - Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Barat (APINDO Jabar) mengadakan acara Members Gathering dan Diskusi Publik Kepastian Hukum Struktur dan Skala Upah, di Hotel Luxton Bandung pada Minggu (20/10/2024).

 

Ning Wahyu Astutik, Ketua APINDO Jabar mengatakan, kegiatan tersebut bertujuan mencari kejelasan hukum terkait polemik Struktur dan Skala Upah serta mempererat silaturahmi antar anggota APINDO.

 

Acara ini menghadirkan dua narasumber, yakni Boyamin Saiman (Ketua MAKI) dan Ahmad Redi (Ahli Hukum Tata Negara). Turut hadir dalam acara ini Kepala BPS Jabar Darwis Sitorus; Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Pasundan, Prof. Dr. Asep Dedy Sutrisno.

 

Hadir pula para Anggota Luar Biasa APINDO Jabar, Dewan Pimpinan Harian APINDO Jabar, Para Ketua DPK APINDO Kabupaten/Kota di Jabar, Dewan Pengupahan Provinsi (DEPEPROV) Jabar, serta mahasiswa dari berbagai universitas seperti Universitas Islam Bandung, Universitas Jenderal Achmad Yani, dan Sekolah Tinggi Hukum Bandung.

 

Ning menjelaskan, permasalahan yang menjadi diskusi di antaranya soal kebijakan Gubernur terkait penetapan besaran Struktur dan Skala Upah (SUSU) bagi pekerja menjadi isu krusial di Jawa Barat.

 

Selain itu, penerbitan KepGub Jawa Barat No. 561/Kep.874-Kesra/2021 dan KepGub Jawa Barat No. 561/Kep.882-Kesra/2022 mengenai Penyesuaian Upah bagi Pekerja dengan Masa Kerja Satu Tahun atau Lebih telah menimbulkan ketidakpastian hukum di kalangan dunia usaha.

 

“APINDO Jawa Barat telah mengambil langkah hukum terhadap kebijakan tersebut,” kata Ning.

 

Gugatan terhadap KepGub No. 561/Kep.874-Kesra/2021 telah dimenangkan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Namun, gugatan terhadap KepGub No. 561/Kep.882-Kesra/2022 mengalami kekalahan hingga kasasi, padahal sebelumnya telah diterbitkan KepGub Jabar No. 188.44/Kep.783-Kesra/2023 yang mencabut kedua KepGub tentang Struktur dan Skala Upah (SUSU).

 

Menanggapi itu, Ahli Hukum Tata Negara Ahmad Redi menegaskan bahwa Kedua KepGub tersebut problematik dalam konteks hukum. Dalam UU Cipta Kerja ditegaskan bahwa pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah (SUSU).

 

“Jadi, satu-satunya entitas hukum di Indonesia yang berwenang menyusun SUSU adalah pengusaha, bukan gubernur, bukan bupati, bukan wali kota, bukan Menteri Tenaga Kerja, bahkan bukan Presiden,” tegasnya.

 

Sementara dalam PP No. 36 Tahun 2021 yang merupakan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja, ditegaskan kembali bahwa satu-satunya subjek hukum yang bisa menyusun SUSU, termasuk menentukan persentase, golongan, jabatan, dan indikator penentuannya, adalah pengusaha. Dan hal ini bersifat wajib.

 

Ahmad Redi juga menambahkan, peraturan ini dipertegas lagi dalam Permenaker No. 1 Tahun 2017, yang isinya juga secara jelas menyebutkan bahwa SUSU dibuat oleh pengusaha.

 

“Sehingga, siapapun di negara ini, selama mengikuti UU Cipta Kerja, PP Pengupahan, dan Permenaker tersebut, maka tidak boleh menegasikan ketentuan ini,” katanya.

 

Ia menekankan bahwa tindakan Gubernur saat itu, jelas merupakan penyalahgunaan wewenang. Terlebih, tidak ada satu pun aturan dalam Undang-Undang Cipta Kerja, PP, atau Permenaker yang memberikan kewenangan atributif kepada gubernur untuk membuat struktur dan skala upah.

 

“Dengan demikian, keputusan yang dibuat oleh Pak Gubernur sebelumnya telah melampaui kewenangannya, bahkan sewenang-wenang dalam membuat keputusan SUSU,” katanya.

 

Ahmad Redi menambahkan bahwa dua KepGub tersebut cacat substansif. Keputusan yang mengatur besaran SUSU sebesar 6,12% hingga 10%, adalah sesat secara substansif karena di Permenaker telah diatur bagaimana cara menghitungnya, dan ada formula yang jelas.

 

“Sehingga hal ini tidak bisa diputuskan secara sembarangan,” ujarnya.

 

Menanggapi putusan kasasi atas 2 KepGub Jabar, Boyamin Saiman menyampaikan bahwa semua pihak malu pada hukum di Indonesia di mana ada dua putusan level kasasi yang sangat berbeda dengan tema yang sama.

 

Putusan kasasi tentang gugatan KepGub No. 561/Kep.882-Kesra/2022 yang mengalahkan APINDO itu tidak berlaku, karena kedua KepGub tentang SUSU telah dicabut oleh PJ Gubernur, yang artinya objek hukumnya sudah tidak ada lagi.

 

“Dan juga KepGub tentang pencabutan 2 KepGub tersebut sampai sekarang belum pernah diuji. Kalaupun diuji sekarang maka sudah terlambat, karena telah melewati batas waktu 90 hari sejak KepGub pencabutan tersebut terbit,” kata Boyamin.

 

Boyamin juga menyarankan adanya upaya judicial review terhadap Pasal 90A UU Ciptaker, untuk menegaskan pentingnya melindungi seluruh warga negara, termasuk pengusaha, yang telah berkontribusi besar dalam menciptakan lapangan kerja dan mendukung perekonomian.

 

“Intervensi kekuasaan dalam kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang diatur dalam pasal tersebut perlu ditinjau ulang agar sesuai dengan semangat konstitusi, khususnya alinea keempat UUD 1945 yang mengamanatkan perlindungan bagi seluruh warga negara, sehingga negara harus hadir untuk memastikan adanya perlindungan yang adil bagi kedua belah pihak,” katanya.

 

Ning Wahyu Astutik, Ketua APINDO Jabar, menyampaikan bahwa persaingan dunia usaha saat ini sangat ketat, tidak hanya antarnegara, tetapi juga antarprovinsi dan bahkan antarkabupaten/kota.

 

Ketua APINDO jabar juga menyoroti tingginya UMK di Jawa Barat, di mana 4 dari 5 daerah dengan UMK tertinggi di Indonesia berada di Jawa Barat, yaitu Kota Bekasi, Kab Karawang, Kab Bekasi, dan Kota Depok. Apabila ditambah dengan penetapan besaran Struktur dan Skala Upah (SUSU), maka hal ini semakin menurunkan daya saing Jabar.

 

“Meskipun Jawa Barat menjadi tujuan investasi terbesar di Indonesia dengan realisasi investasi mencapai Rp 210 triliun atau 14,8% dari total nasional sebesar Rp 1.418 triliun, banyak perusahaan yang justru melakukan relokasi ke luar Jawa Barat atau bahkan tutup,” terang Ning Wahyu.

 

Dari 2019 hingga 2022, lanjut dia, tercatat ada 29 perusahaan padat karya yang relokasi ke Jawa Tengah, dan pada 2023, setidaknya lima perusahaan besar tutup dengan total 15.000 karyawan ter-PHK. Dan pada 2024 hingga Juli, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan lebih dari 5.500 karyawan di Jawa Barat telah terkena PHK.

 

Terkait dengan KepGub Jabar tentang SUSU, Ning Wahyu senada dengan para narasumber, bahwa masalah Gubernur mengeluarkan KepGub SUSU telah menyalahi aturan.

 

Dirinya mengimbau para pengusaha untuk tidak mengikuti aturan yang salah tersebut, karena jika aturan ini dipatuhi, maka akan semakin banyak pabrik yang berpotensi tutup.

 

Ning juga berharap agar segala bentuk politisasi yang berkaitan dengan dunia usaha segera dihentikan, karena hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan sangat memberatkan para pengusaha yang mana saat ini pun sudah menghadapi banyak tantangan, baik terkait dengan persaingan, produktivitas, geopolitik, perizinan, dan banyak lagi.

 

Ning Wahyu juga menekankan pentingnya memberikan edukasi dan pemahaman yang jelas mengenai berbagai regulasi kepada para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan.

 

“Tanpa upaya ini, dikhawatirkan akan timbul keresahan dan ketidakpastian di kalangan pelaku usaha, yang pada akhirnya dapat mengganggu kelancaran operasional investasi dan kondusivitas dunia usaha,” tegas Ning.

 

Sumber: teropongmedia.id

Copied.

Berita Lainnya

No Tanggal Publikasi Topik
Daftar Berita
1 Rabu, 21 Desember 2022 Ekonomi Diproyeksikan Tumbuh +5,00% s/d +5,30% di Tahun 2023
2 Senin, 10 Juni 2024 Pengusaha Sebut Gejala Deindustrialisasi Makin Nyata, Beban Berat Pemerintahan Era Selanjutnya
3 Senin, 28 Agustus 2023 APINDO Usulkan Solusi Untuk Polusi Dengan Mempertimbangkan Kepentingan Konsumen, Masyarakat dan Perekonomian
arrow top icon