Dinilai Bisa Kurangi Daya Saing, APINDO DIY Minta Kebijakan Kenaikan PPN 12 Persen Ditunda
Monday, 18 November 2024Jogja - Pemerintah bakal menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 mendatang.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY, Timotius Apriyanto, mengatakan kenaikan PPN akan mengurangi daya saing industri dan daya saing perdagangan internasional.
Berdasarkan pertemuan dengan Badan Pusat Statistik nasional, kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari Rp5.000 triliun.
Ditargetkan kontribusi industri manufaktur terhadap PDB tahun 2045 mencapai 28 persen.
“Nah tahun lalu sekitar 23 persen, tetapi tahun 2024 itu turun jauh hanya 18,47 persen. Artinya melihat dari kontribusi industri manufaktur pada GDP (Gross Domestic Product) atau PDB yang turun ini terjadi deindustrialisasi di Indonesia. Itulah alasannya mengapa kami minta kenaikan PPN 12 persen ini ditunda,” katanya, Senin (18/11/2024).
Di sisi lain Purchasing Manufactur Index (PMI) sekitar 49,2.
Hal itu menunjukkan industri manufaktur dan kinerja ekspor nasional serta lokal di DIY mengalami penurunan.
Padahal pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan dibanding tahun lalu. Inflasi juga rendah, yang menunjukkan penurunan daya beli masyarakat.
Ada kecenderungan masyarakat memilih berhemat dan tentunya akan mempengaruhi konsumsi rumah tangga.
Dari sisi investasi, pihaknya juga melihat adanya penurunan, baik di daerah maupun nasional.
Menurut dia, pemerintah mestinya memberikan kemudahan dalam berusaha, salah satunya perizinan.
Kemudahan berusaha ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi industri.
“Kalau tidak (memberikan kemudahan berusaha), akan semakin banyak pabrik-pabrik tutup. Sebelumnya sudah kami sampaikan, semester II tahun ini lebih buruk, dan tahun 2025 akan lebih lambat lagi pertumbuhan ekonominya,” ujarnya.
Ia menyebut pemerintah mestinya meningkatkan efisiensi internal dari tata kelola pemerintah.
Untuk meningkatkan daya saing, pemerintah perlu melakukan efisiensi pemerintahan, sektor privat, kinerja ekonomi, serta infrastruktur.
“Ini semestinya bagaimana kita bisa menaikan efisiensi pemerintah dan swasta, salah satunya adalah menahan pajak ini (kenaikan PPN 12 persen). Kalau dinaikkan, sementara debirokratisasi dan deregulasi belum berjalan baik, malah kemungkinan lebih mundur dari tahun lalu. Ekonomi biaya tinggi, sementara yang kita hadapi pesaing negara tetangga yang meningkatkan efisiensi, misalnya Vietnam, Bangladesh. Jangan sampai kemudian investasi karena pajak naik akan lari ke negara tetangga,” lanjutnya.
Pihaknya pun berharap kebijakan kenaikan PPN 12 persen ditunda. Sebab dampak kenaikan PPN juga akan berdampak pada kondisi ketenagakerjaan.
“Mitigasi sosial mestinya dikaji mendalam, bukan hanya dari satu sisi meningkakan pendampatan negara saja. Kenaikan pajak ini kan intinya negara mau meningkatkan pendapatan negara, kontribusi pajak terhadap postur APBN lebih dari 80 persen. Nah mestinya dengan efisienasi pemerintah dan juga jangan sampai ada kebocoran keuangan di anggaran. Kemudian BUMN kita mestinya diefisienkan,” pungkasnya.
Sumber: jogja.tribunnews.com