Media

Back to All News

Apindo Sumut Soroti Dampak Regulasi Baru terhadap Industri Tembakau

Apindo Sumut Soroti Dampak Regulasi Baru terhadap Industri Tembakau

Medan - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) soroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang kesehatan, khususnya terkait pengamanan zat adiktif, serta Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang pengamanan produk tembakau dan rokok elektronik.

 

Sekretaris DPP Apindo Sumut, Endy Kartono, SE, BBA, BBM, khawatir regulasi tersebut dapat mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait.

 

“Kami melihat ada yang tidak tepat dalam proses penyusunan kebijakan ini, baik PP 28/2024 maupun RPMK, dikarenakan minimnya pelibatan industri,” katanya kepada Kompas nusa Net;, jum’at (21/2/25).

 

Endy menyebutkan, hal ini akan memicu kontraksi berkepanjangan. Ia menegaskan perlunya kehati-hatian dalam mengambil kebijakan dan mengeluarkan peraturan yang akan mengancam kontraksi berkepanjangan.

 

“Industri saat ini sedang sangat prihatin. Jangan sampai regulasi yang dibuat malah mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait,” tuturnya.

 

Beberapa poin penting yang menjadi aspirasi utama Apindo Sumut yaitu pembatalan ketentuan kemasan polos (plain packaging) yang tidak sejalan dan melampaui mandat pengaturan standarisasi di PP nomor 28 untuk produk tembakau dan rokok elektronik.

 

“Kebijakan ini akan memicu berkurangnya daya saing produk lokal dan malah membuka peluang meningkatnya rokok ilegal,” ujarnya menegaskan.

 

Kemudian penolakan pembatasan kadar tar dan nikotin dalam produk tembakau. Hal ini dinilai tidak efektif dalam menurunkan konsumsi rokok tetapi justru akan memukul industri secara signifikan. Dan akan berdampak negatif pada seluruh rantai pasok industri mulai dari petani tembakau hingga pabrik rokok.

 

“Hal ini juga akan memicu peningkatan impor tembakau dan dapat merugikan produksi dalam negeri. Selain itu juga meningkatkan munculnya produk ilegal dengan kadar yang tidak dapat dikontrol,” katanya.

 

Selain itu, Apindo juga menolak larangan zonasi penjualan produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter, serta larangan iklan luar ruang dalam radius 500 meter dari fasilitas pendidikan dan tempat ibadah untuk pelaku usaha yang telah beroperasi saat ini.

 

Menurut Endy, zonasi ini hanya akan menambah beban pelaku usaha tanpa adanya dampak nyata terhadap pengendalian konsumsi.

 

Pembatasan usia pembelian yang ketat sudah diberlakukan. Melarang total tanpa pertimbangan, hanya akan mengurangi visibilitas dan keuntungan industri legal. Sedangkan rokok ilegal akan mendapatkan pangsa pasar lebih besar,” ucapnya.

 

Selain itu, Endy juga memberi penjelasan berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), jika ketiga skenario kebijakan terkait industri rokok ini diterapkan bersamaan, maka dampak ekonomi yang hilang diperkirakan mencapai Rp308 triliun atau setara dengan 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

 

“Dampak penerimaan perpajakan juga diperkirakan mencapai Rp160,6 triliun yang setara dengan 7% dari total penerimaan nasional,” tuturnya.

 

Endy menambahkan, kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi sekitar 2,3 juta tenaga kerja di sektor IHT dan produk turunannya atau 1,6% dari total penduduk bekerja.

 

Aturan kemasan rokok polos tanpa merek, sebutnya, dapat mendorong fenomena downtrading hingga switching dari rokok legal ke rokok ilegal secara lebih cepat, sehingga dapat menurunkan permintaan produk legal sebesar 42,09%. Selain itu juga terdapat potensi dampak ekonomi yang hilang sebesar Rp182,2 triliun, sementara penerimaan perpajakan menurun hingga Rp95,6 triliun.

 

Untuk larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak akan berdampak terhadap penurunan ritel rokok sebesar 33,08%. Dan perhitungan potensi dampak ekonomi yang hilang mencapai Rp84 triliun dan penerimaan perpajakan terdampak yaitu Rp43,5 triliun.

 

Kemudian untuk skenario terakhir yaitu pembatasan iklan rokok luar ruangan dalam radius 500 meter di luar satuan pendidikan serta pembatasan iklan TV dan online juga berpotensi menurunkan permintaan jasa periklanan hingga 15%. Hal ini juga akan berdampak pada ekonomi yang hilang sebesar Rp41,8 triliun dan Rp21,5 triliun penerimaan perpajakan terdampak.

 

Lebih lanjut, Apindo mendesak agar proses penyusunan dan pelaksanaan PP 28 serta RPMK dilakukan secara lebih terbuka dengan melibatkan seluruh pihak terdampak.

 

Endy menekankan pentingnya regulasi yang berimbang serta berbasis bukti (evidence-based policy).

 

“Kita bukan menolak regulasi. Tapi regulasi ini harusnya dibuat secara adil dan berimbang, mengingat kompleksitas IHT dalam menopang ekonomi nasional,” ujar Endy.

 

Apindo juga menegaskan komitmennya dalam mencegah akses pembelian rokok oleh anak-anak dan mendukung edukasi serta literasi pencegahan merokok bagi kelompok usia di bawah 21 tahun.

 

Ia menjelaskan, di Indonesia, industri tembakau menyerap jutaan tenaga kerja mulai dari petani, pekerja, pedagang, peritel hingga industri kreatif.

 

“Jadi tidak bisa hanya berkaca ke negara-negara tertentu untuk begitu saja mencontoh kebijakannya tanpa pendalaman budaya,” tuturnya.

 

Sumber: Kompasnusa.net

Copied.

Berita Lainnya

No Tanggal Terbit Judul Berita
Daftar Berita
1 Thursday, 06 June 2024 Progress Report and FGD of Financial Inclusion Program for SMEs
2 Wednesday, 28 August 2024 APINDO Expo & UMKM Fair 2024 Dorong Pertumbuhan UMKM untuk Indonesia Maju
3 Friday, 15 November 2024 Increase in VAT to 12 Percent, APINDO: Boosts State Revenue but Pressures Economic Growth
arrow top icon