TEGAS! Apindo Kota Cirebon Menolak Tapera, Berikut Ini Sejumlah Alasannya
Monday, 03 June 2024CIREBON, – Apindo Kota Cirebon tolak Tapera lewat surat pernyataan resmi mereka. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Cirebon membuat surat pernyataan menolak Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera.
Surat pernyataan itu ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Apindo Kota Cirebon.
Lewat surat pernyataan tersebut dengan tegas disebutkan bahwa Apindo Kota Cirebon menolak Tapera.
Disebutkan juga bahwa Tapera bukan mensejahterakan rakyat tapi akan membebani para pekerja dan pengusaha.
Di dalam surat tersebut, DPK Apindo Kota Cirebon, menyatakan bahwa para pekerja dan pengusaha adalah mitra strategis bagi pemerintah.
Oleh karena itu, kaum pekerja, pengusaha dan pemerintah harus berupaya bersama-sama dalam membangun dan menjaga stabilitas perekonomian bangsa.
Dijelaskan pula peran pekerja dan pengusaha ketika Pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Menurut Apindo para pekerja dan pengusaha telah bekerja sama untuk mempertahankan dan menjaga keberlanjutan perusahaan di tengah pandemi Covid-19.
Termaduk meredam dampak dari ketegangan geopolitik, yang telah menyebabkan banyak pelaku usaha gulung tikar dalam upaya menjaga stabilitas perekonomian negara ini.
DPK Apindo Kota Cirebon menyatakan akan mematuhi dan melaksanakan arahan dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Apindo dan Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Jawa Barat terkait Peraturan Pemerintah (PP) 21/2024 tentang penyelenggaraan Tapera.
"Dalam poin ke-4 pernyataan tersebut, DPK Apindo Kota Cirebon menolak diberlakukannya PP nomor 21 tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) karena dianggap sangat memberatkan para pelaku usaha maupun para pekerja," demikian isi pernyataan tersebut.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa pemerintah seharusnya mempertimbangkan kembali peraturan tersebut karena sebenarnya tidak diperlukan.
Mengingat fasilitas perumahan untuk pekerja dapat dioptimalkan dari sumber pendanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, yang jumlahnya masih sangat besar namun pemanfaatannya masih minim.
Berdasarkan PP nomor 55 tahun 2015 tentang pengelolaan aset jaminan sosial ketenagakerjaan, maksimal 30 persen dari dana Jaminan Hari Tua (JHT) dapat dimanfaatkan untuk program penyediaan perumahan.
Artinya, dengan total dana JHT sebesar 460 triliun, terdapat 138 triliun dana yang dapat dimanfaatkan untuk program perumahan pekerja melalui Manfaat Layanan Tambahan (MLT).
MLT merupakan bagian dari fasilitas yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada peserta program JHT dalam bentuk pinjaman Kredit Pemilikan Rumah (KPR) maksimal Rp500 juta, pinjaman uang muka perumahan (PUMO) maksimal Rp150 juta, pinjaman renovasi perumahan (PRP) maksimal Rp200 juta, dan fasilitas pembiayaan perumahan pekerja/kredit konstruksi
"DPK Apindo Kota Cirebon menilai bahwa aturan Tapera akan semakin membebani para pekerja dan pengusaha. Saat ini, beban iuran yang ditanggung pengusaha adalah sebesar 18,24 persen hingga 19,74 persen dari upah para pekerja," ungkap poin ke-7.
Rinciannya adalah: JHT 3,7 persen, jaminan kematian 0,3 persen, jaminan kecelakaan kerja 0,24 hingga 1,74 persen, jaminan pensiun 2 persen, jaminan sosial kesehatan 4 persen, dan cadangan pesangon sekitar 8 persen berdasarkan perhitungan aktuaria sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 24 tahun 2004.
"DPK Apindo Kota Cirebon mendorong optimalisasi manfaat dari program MLT BPJS Ketenagakerjaan agar dapat digunakan untuk program perumahan, sehingga para pekerja swasta tidak perlu mengikuti program Tapera," demikian disampaikan pada poin ke-8.
Sebelumnya, Ketua Apindo Kota Cirebon, Agus Subiyakto SE, menyatakan bahwa Apindo mendukung tujuan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dengan memiliki rumah pribadi, karena rumah merupakan kebutuhan mendasar setiap orang.
"Namun jika kita melihat kebijakan Tapera ini, rasanya belum tepat untuk diterapkan, karena jelas-jelas itu akan sangat memberatkan para pekerja maupun pengusaha dalam situasi seperti ini," ujarnya kepada Radar Cirebon pada Rabu (29/5).
Agus juga menyayangkan bahwa Tapera juga menyasar pada sektor swasta, bukan hanya pada Aparatur Sipil Negara (ASN) atau TNI/Polri.
Dan, ia berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya lebih dulu fokus pada golongan tersebut, sambil mengevaluasi sejauh mana efektivitas Tapera.
"Jadi, jangan terlebih dahulu memasukkan sektor swasta. Bagaimana jika seseorang sudah memiliki rumah? Apakah ia juga akan dipotong? Ini membuat kebingungan. Jika uangnya dipotong, untuk siapa uang tersebut akan digunakan? Bagaimana jika orang tersebut mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK)? Apakah uang tersebut dapat diambil atau bagaimana?" ungkap Agus.
Namun, jika fokusnya adalah pada ASN, TNI/Polri, menurut Agus, itu akan lebih sesuai. Sedangkan untuk sektor swasta, ia berpendapat bahwa Tapera dianggap kurang efektif.
Sumber: RADARCIREBON.COM