Gempuran Produk Impor China "Hantui" Industri Tekstil Jawa Tengah
Tuesday, 23 July 2024SEMARANG - Gempuran produk impor dari China memunculkan persoalan pelik bagi pengusaha sektor industri terkait di Jawa Tengah.
Terutama industri tekstil dan alas kaki yang merasakan persaingan usaha semakin tidak sehat, dinilai sebab maraknya praktik dumping.
"Kita memang mengalami problem besar dengan masuknya produk-produk dari China terutama tekstil dan alas kaki dengan harga yang murah. Kita menghadapi itu dan ini sangat mengacaukan pasar kita dalam negeri karena mereka bisa jual dengan harga murah dan orang kan cari barang murah. Ini dumping," kata Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah Frans Kongi saat dihubungi Tribun Jateng, Senin (22/7/2024).
Frans melanjutkan, maraknya produk impor dari China tidak terkecuali memberikan efek bagi industri di Jawa Tengah.
Ia menilai, produk China dengan harga murah begitu melimpah dan tidak dipungkiri pun masuk ke Jawa Tengah.
"China over produk karena kirim ke Barat juga tidak lancar, ke Amerika dan sebagainya ada masalah ekonomi, inflasi tinggi dan sebagainya. Ke Eropa pun demikian. Jadi kelihatan stok di China cukup banyak sehingga mau tidak mau lari ke bagian selatan karena Indonesia termasuk penduduk yang paling banyak. Jadi banyak lari ke sini untuk impor barang," terangnya.
Maraknya produk impor masuk ini sebelumnya juga diakui Ketua Apindo Kota Semarang, Dedy Mulyadi. Menurut Dedy, impor barang dari China khususnya tekstil sudah dari dulu ada.
Bahkan ia pun tak menampik bahwa pengusaha terutama di industri tekstil masih bergantung pada bahan baku impor dari negara tersebut.
"Bahan baku kapas di sini (Indonesia) tidak ada, impor dari China yang punya kapas banyak karena di sana ditanami dipinggir sungai, di sini tidak bisa," jelas Dedy.
Dedy melanjutkan, yang menjadi persoalan saat ini adalah ketidakseimbangan antara produk dari dalam negeri dan impor. Impor produk yang serba murah, dinilai mengganggu pasar dalam negeri.
"China memang cepat dan murah, efisien, itu yang jadi masalah. Jadi pengusaha itu kan kaum kerja, kalau pabrik rugi dan tidak bisa jalan akhirnya karyawan jadi korban atau dikurangi," jelasnya.
Di sisi itu Ia menilai, harus ada kompromi antara pemerintah Indonesia dan China agar produk-produk China tidak terlalu banyak diimpor ke Indonesia.
“Musti ada suatu terobosan baru dan regulasi pemerintah yang tepat, jangan sampai menghambat atau mempersulit,” terangnya.
Sementara itu, barang dari China tercatat merajai pasar impor non migas Jawa Tengah.
Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah pada bulan Mei 2024, nilai impor Jawa Tengah tercatat mencapai US$ 1.307,49 juta atau naik US$ 249,00 juta (23,52 persen) dibanding impor April 2024.
BPS Jateng melaporkan, hal itu disebabkan oleh meningkatnya impor non migas pada Mei 2024 mencapai US$ 706,20 juta, naik sebesar US$ 218,84 juta atau 44,90 persen dibanding nilai impor pada April 2024. Sedangkan impor migas mengalami peningkatan sebesar US$ 30,16 juta (5,28 persen).
Kepala BPS Jateng Dadang Hardiwan pada paparan secara daring pada awal Juli ini menyatakan, pangsa impor non migas Jateng pada Mei 2024 didominasi tiga negara asal, utamanya adalah Tiongkok yang mencapai US$ 364,61 Juta.
“Impor Jateng menurut golongan penggunaan (barang), bulan Mei 2024 mengalami kenaikan dan pangsa impor nonmigas Jateng Mei 2024 didominasi dari Negara Tiongkok sebesar US$ 364,61 juta atau sekitar 51,63 persen. Terbesar kedua yaitu impor dari Amerika Serikat sebesar US$ 46,69 juta atau sekitar 6,61 persen. Kemudian Thailand sebesar US$ 30,61 juta,” jelas Dadang Hardiwan.
Dari sisi volume, tercatat volume impor Jawa Tengah pada Mei 2024 dibandingkan bulan sebelumnya, naik 195,18 ribu ton (15,84 persen) yang disebabkan oleh naiknya volume impor non migas sebesar 172,90 ribu ton (45,87 persen). Adapun volume impor migas mengalami peningkatan sebesar 22,28 ribu ton (2,60 persen).
Apabila dilihat lebih rinci berdasarkan golongan komoditas utama, BPS Jateng melaporkan peningkatan terbesar dialami golongan serealia naik US$ 34,66 juta (86,30 persen).
Komoditas lain yang juga mengalami peningkatan adalah plastik dan barang dari plastik naik sebesar US$ 26,49 juta (73,02 persen). Kemudian mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya naik sebesar US$ 23,95 juta (37,85 persen).
Ada pula kendaraan dan bagiannya naik sebesar US$ 20,81 juta (275,63 persen); mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya naik sebesar US$ 15,60 juta (31,52 persen).
Selain itu, ada pula kain rajutan naik sebesar US$ 9,65 juta (29,72 persen); kapas naik sebesar US$ 5,92 juta (35,30 persen); bahan kimia organik naik sebesar US$ 5,44 juta (38,42 persen); dan filamen buatan naik sebesar US$ 2,11 juta (12,81 persen).
BPS Jateng melaporkan, menurut negara asal, total nilai impor non migas dari tiga belas negara selama Mei 2024 sebesar US$ 546,19 juta atau naik US$ 158,37 juta (40,84 persen) dibanding April 2024.
Kondisi tersebut disebabkan oleh meningkatnya nilai impor pada beberapa negara utama seperti Tiongkok US$ 114,17 juta (45,59 persen); Thailand US$ 9,70 juta (46,39 persen); dan Malaysia US$ 7,83 juta (70,80 persen).
Kemudian Korea Selatan US$ 5,97 juta (65,82 persen); Singapura US$ 5,94 juta (281,52 persen); Australia US$ 5,64 juta (90,82 persen); Amerika Serikat US$ 4,65 juta (11,06 persen); Taiwan US$ 4,00 juta (24,69 persen); Jepang US$ 1,60 juta (19,28 persen); dan Belanda US$ 0,69 juta (24,56 persen).
Sementara jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, impor Januari-Mei 2024 dari tiga belas negara utama meningkat US$ 153,34 juta (6,57 persen).
Peningkatan ini terutama disumbang oleh Tiongkok US$ 226,36 juta (17,12 persen), Malaysia US$ 19,89 juta (33,69 persen), dan Korea Selatan US$ 16,72 juta (21,02 persen).
Sumber: jateng.tribunnews.com