Media

Kembali Ke Media

Harga Karet Anjlok, Apindo Kalsel Minta Pemda Turun Tangan

Harga Karet Anjlok, Apindo Kalsel Minta Pemda Turun Tangan

BANJARMASIN - Harga karet di Kalimantan Selatan (Kalsel) mengalami penurunan yang cukup signifikan. Sempat menikmati harga Rp 12 ribu hingga Rp 12.500 per kilogram, kini petani di pegunungan Meratus harus menghadapi kenyataan harga karet hanya Rp 7 ribu sampai Rp 8 ribu. Karet di dataran rendah bahkan anjlok di kisaran Rp 5 ribu sampai Rp 6 ribu per kilogram.

 

Akibat turunnya harga, semangat petani menyadap karet pun turun. Bahkan ada petani ada yang beralih menanam sayur dan cabai.

 

Sekretaris Eksekutif  Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Kalsel Hasan Yuniar menjelaskan harga karet ekspor tergantung kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dari semula Rp15.500 jadi Rp 16.800. Oleh karena itu harganya berfluktuasi.

 

“Pembelian di pabrik Rp 12 ribu sampai Rp13 ribu per kilogram. Kalau harga Rp 5 ribu hingga Rp 6 ribu adalah harga karet usia sehari,” jelasnya, Rabu (23/4).

 

Harga karet juga tergantung kualitasnya sebagai dampak dari perlakuan dan penyimpanan. Karet yang disimpan seminggu bisa Rp 9 ribu, dua minggu Rp 12 ribu dan sebulan bisa mencapai Rp 14 ribu.

 

“Tingkat kekeringan karet menjadi perhatian penting. Karet jangan direndam karena harga bisa turun. Jangan juga dicampur pupuk,” sarannya.

 

Karet dari perkebunan di Kalsel,  menurut Hasan, sebagian besar mutunya baik. Permintaan ekspor juga bagus dengan 50 negara tujuan dengan jumlah 4 ribu ton per bulan. “Tujuan ekspor antara lain Cina, Korsel, Jepang, India dan sebagian Eropa. Tidak ada keAmerika Serikat,” jelas Hasan.

 

Dari dulu, kata Hasan, perkebunan karet tahan resesi dan tidak ada persoalan dengan lingkungan.

 

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalsel Winardi Sethiono, Rabu, mengatakan provinsi ini sejak dulu memang terkenal dengan karetnya. “Karet termasuk salah satu komoditi yang sangat diperlukan oleh dunia. Memang tidak dapat dipungkiri kalau harga karet turun naik, naiknya tidak lama kemudian turun, tapi turunnya juga tidak lama,” jelasnya.

 

Karena harga yang tidak stabil inilah banyak petani menjual lahannya kepada pengusaha sawit. “Kita dapat melihat perkebunan karet di Thailand selatan. Berkat campur tangan pemerintah, perkebunan di sana berkembang,” paparnya.

 

Masyarakat memiliki lahan dan penanaman dilakukan oleh pemerintah. Hasilnya dibagi sesuai kesepakatan.

 

“Asalkan pemerintah Kalsel  mau turun tangan, saya rasa perkebunan karet akan bertahan dan berproduksi dengan baik, termasuk perhatian terhadap pupuk serta mengurangi alih fungsi lahan,” tandasnya.

 

Pengamat ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Hidayatullah Muttaqin, menilai kondisi ini sebagai sinyal kuat perlunya diversifikasi tanaman di kalangan petani. Dia juga menyebutkan turunnya harga karet  merupakan dampak ketegangan geopolitik dan perang dagang antara AS dan Cina.

 

Bahkan, menurutnya, harga karet mengalami tren penurunan jangka panjang. Sejak 2011, harga karet tak pernah kembali ke level tertingginya. 

 

“Ketergantungan terhadap karet sebagai sumber penghasilan utama sangat berisiko. Petani perlu mempertimbangkan diversifikasi usaha, seperti menanam tanaman pangan yang lebih stabil secara harga dan sesuai dengan karakteristik lahan mereka,” ujarnya.


Sumber: banjarmasin.tribunnews.com

Copied.

Berita Lainnya

No Tanggal Publikasi Topik
Daftar Berita
1 Kamis, 26 September 2024 Oni Kurnia Kembali Pimpin Apindo Kota Banjar, Fokus Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lokal
2 Senin, 26 Agustus 2024 Kolaborasi APINDO UMKM & DSC untuk Pertumbuhan serta Kemajuan UMKM Indonesia!
3 Jumat, 04 Juni 2021 APINDO DORONG PERUSAHAAN TERAPKAN PRINSIP KETENAGAKERJAAN INKLUSIF
arrow top icon