Kenaikan Harga Gas Ancam Industri Batam, Apindo Desak Pemerintah Bertindak Cepat
Jumat, 30 Mei 2025
Batam – Dunia industri di Kota Batam tengah menghadapi tantangan serius menyusul lonjakan drastis harga gas bumi yang mulai berlaku sejak Mei 2025. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafky Rasid, menyampaikan kekhawatiran mendalam para pelaku industri terhadap dampak langsung kenaikan harga gas terhadap biaya produksi.
“Saat ini gas industri, khususnya gas pipa yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan di Batam, mengalami kenaikan harga yang signifikan. Dari sebelumnya 8 dolar Amerika per MMBTU (Million Metric British Thermal Unit) menjadi 16,8 dolar Amerika. Artinya naik lebih dari 100 persen,” kata Rafky kepada Batam Pos, Jumat (31/5).
Menurut Rafky, lonjakan tersebut sangat memberatkan dunia usaha karena akan mengerek beban produksi secara tajam. Bila kondisi ini terus berlangsung, ia khawatir sejumlah sektor industri bisa kolaps.
“Kita sudah rapat dengan pihak PGN (Perusahaan Gas Negara) Batam, bahkan langsung dengan manajemen PGN wilayah Sumatera. Mereka menyampaikan bahwa kenaikan ini terjadi karena pasokan gas dari sumur-sumur di Sumatera mulai habis. Akibatnya, pasokan gas pipa diprioritaskan untuk industri prioritas seperti pembangkit listrik PLN dan industri strategis lainnya,” jelas Rafky.
Karena pasokan gas domestik terbatas, lanjut Rafky, PGN mensiasati kekurangan ini dengan membeli gas dalam bentuk LNG (liquefied natural gas/gas cair) dari wilayah Indonesia tengah dan timur. Gas LNG ini kemudian disalurkan kembali melalui pipa ke kawasan industri, termasuk di Batam.
“Namun harga LNG ini mengikuti harga pasar internasional. Modal belinya saja sekitar 13 hingga 14 dolar per MMBTU, sehingga ketika dijual ke industri harganya sudah di atas 16 dolar Amerika. Ini bukan hanya terjadi di Batam, tapi juga di daerah industri lain seperti Lampung, DKI Jakarta, dan Jawa Barat,” tambahnya.
Rafky menilai situasi ini sangat mendesak dan memerlukan intervensi segera dari pemerintah pusat, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Apindo Batam juga telah berkoordinasi dengan Apindo nasional untuk mengupayakan solusi.
“Salah satu opsi yang sudah kita dorong adalah agar pasokan gas dari sumur gas Natuna bisa dialirkan ke wilayah Sumatera, termasuk Batam. Selama ini kan gas Natuna justru langsung diekspor ke Singapura, hanya lewat Batam tanpa dimanfaatkan. Kita ingin agar gas ini bisa dimanfaatkan untuk industri dalam negeri,” ujarnya.
Menurut Rafky, kesepakatan awal sudah ditandatangani antara pemerintah dengan para pihak terkait agar gas dari Natuna dapat dikoneksikan ke wilayah Sumatera. Namun ia mengingatkan bahwa proses teknisnya membutuhkan waktu.
“Kami mendesak agar proses ini dipercepat. Jangan ditunda-tunda lagi, karena industri sudah dalam kondisi kritis. Tak hanya di Batam, tapi juga di pusat-pusat industri nasional lainnya,” tegasnya.
Selain gas industri, Rafky juga menyoroti adanya dampak pada tarif gas untuk pembangkit listrik PLN. Harga gas untuk PLN juga mengalami kenaikan, dari 5,9 dolar menjadi 7 dolar Amerika per MMBTU. Kenaikan ini berdampak pada tarif fleksibel yang diterapkan PLN kepada pelanggan industri.
“Kalau ini terus dibiarkan, maka pelaku usaha akan semakin terbebani. Kita berharap pemerintah pusat segera mengambil langkah konkret. Harapannya harga gas bisa dikembalikan lagi seperti semula, tentunya dengan menambah pasokan dari Natuna yang saat ini cadangannya cukup melimpah,” tutupnya.
Sumber: metro.batampos.co.id